Nach, sebenarnya apa makna dzolim itu? Jangan-jangan mereka (atau kita) berucap demikian tapi tidak tahu maknanya.
Pengertian dzolim sebenarnya adalah aniaya dan melampaui batas yang telah ditentukan atau meletakkan sesuatu bukan pada tempat semestinya. Jadi kedzoliman dapat diartikan sebagai penyimpangan dari ketentuan, baik besar maupun kecil. Karena itu dalam konteks beragama, dapat dikatakan bahwa orang itu dzolim apabila ia melakukan dosa sekalipun kecil, apalagi dosa besar.
Allah swt berfirman di dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah :2 :195: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” dan Al-‘Alaq : 96: 6-8: “Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. Karena dia melihat dirinya serba cukup. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali (mu).”
Sebagian ahli filsafat Islam membagi kedzoliman menjadi 3 macam, yaitu:
- Pertama, kedzoliman manusia terhadap Allah.
- Kedua, kedzoliman manusia dengan sesamanya.
- Ketiga, kedzoliman manusia terhadap dirinya sendiri.
Tiga kedzoliman manusia terhadap Allah swt yang terbesar adalah:
- Kufur (mengingkari Allah)
- Syirik (menyekutukan Allah)
- Nifaq (mengaku beriman dengan lidahnya akan tetapi batinnya menolak)
Di dalam Al Qur’an Allah swt befirman di surrah Az Zumar 39:32: “Maka siapakah yang lebih dzolim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya?…”, surrah Al Lukman 31:13: ”…sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzoliman yang besar.”. Dan surrah An Nisaa’ 4:48 : “…Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”.
Kedzoliman manusia dengan sesamanya ialah berbuat sesuatu yang menyebabkan orang lain rugi, celaka, teraniaya atau menderita secara lahir atau batin, misal: mencederai; menyiksa; menculik; memperkosa; membunuh; melanggar janji/menipu; mencuri; merampok; mengadu domba; menteror; menghina; memfitnah; menyakiti hati orang lain; merampas hak orang lain; mengajari kesesatan/menjerumuskan dalam kebathilan; membiarkan/membenarkan orang lain berbuat kedzoliman; dan sebagainya.
Kedzoliman terhadap dirinya sendiri ialah berbuat maksiat dan kedurhakaan, yang mengakibatkan kerugian atau celaka bagi dirinya sendiri, seperti: lalai atas perintah Allah swt; menambah atau mengurangi ketentuan Allah swt; berakhlaq nista (sombong, riya’, ujub, dendam, dengki, iri hati, maksiat, munafik); hidup berlebih-lebihan, dan sebagainya. Allah swt berfirman di dalam Al Qur’an surrah Faathir 35:32: “…di antara mereka ada yang menganiaya(mendzolimi) diri mereka sendiri…”
HAKIKAT KEDZOLIMAN
Tiga macam kedzoliman itu, pada hakikatnya bertitik tolak pada satu, yakni kedzoliman terhadap diri sendiri oleh karena dirinya tidak/kurang beriman dan mengikuti hawa nafsu, dan sesungguhnya semua macam kedzoliman, yang pertama kali celaka (menderita kerugian) adalah si ‘Pendzolim’.
Sebagaimana disebutkan di dalam Al Qur’an surrah Al Baqarah 2:9: “Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.” , Al Baqarah 2:57:”… Dan tidaklah mereka menganiaya Kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.“ , Al Baqarah 2:231: “…Barang siapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat dzolim terhadap dirinya sendiri…”
PERINGATAN / SANKSI
Allah swt telah memberikan peringatan keras terhadap para pelaku kedzoliman, sebagaimana Dia berfirman di dalam Al Qur’an surrah An Nisaa’ 4:79: “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri…” , An Najm 53:39-41: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, ” , Al Baqarah 2:81-82: “… barang siapa berbuat dosa dan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.”
a. Tersesat dan Tak ada Pelindung / Penolong
Allah swt berfirman di dalam Al Qur’an surrah As Syuura 42:8: “… Dan orang-orang yang lalim(dzolim) tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun dan tidak pula seorang penolong.”, Al Maidah 5:72: “…tidaklah ada bagi orang-orang lalim(dzolim) itu seorang penolong pun.”, Al Mu’min 40:18: “… Orang-orang yang lalim(dzolim) tidak mempunyai teman setia seorang pun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafaat yang diterima syafaatnya.”, Al Qashash 28:50: “… Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim (dzolim).”, An Nisaa’ 4:116: “…Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.”
Dalam ayat-ayat Al Qur’an lainnya Allah befirman: Al Jaatsiyah 45:23: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”, Al Baqarah 2:15: “Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.” , Al Furqaan 25:43: “Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?”
b. Tidak Diampuni Dosanya (bagi yang syirik)
Allah swt berfirman di dalam Al Qur’an: An Nisaa’ 4:48: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”.
c. Siksaan / Neraka
Allah swt berfirman di dalam Al Qur’an: As Syu’araa’ 26:227: “…Dan orang-orang yang lalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.” , Al Maaidah 5:72: “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "…Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka,…”, Az Zumar 39:32: “…Bukankah di neraka Jahanam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir?”, Al Mu’min 40:43: “…dan sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas(kafir dan musyrik), mereka itulah penghuni neraka.” , Al A’raaf 7:40-41: “Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit(do’a dan amalnya tidak diterima) dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. Mereka mempunyai tikar tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut (api neraka). Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang lalim(dzolim).”
Demikian pula dalam ayat-ayat Al Qur’an lainnya Allah berfirman:
Al Baqarah 2:59: “…Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang lalim(dzolim) itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasik(berbuat menyimpang dari ketentuan Allah).”, Al A’raaf 7:165: “… Kami timpakan kepada orang-orang yang lalim(dzolim) siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik(berbuat menyimpang dari ketentuan Allah).” , Al – An’aam 6:45 : “Maka orang-orang yang lalim(dzolim) itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”, Hud 11:113: “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang lalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka,...”
Peringatan keras dari Allah swt terhadap para pelaku kedzoliman juga terdapat dalam beberapa Hadits Qudsi sebagai berikut: “Allah swt mewahyukan keapda Nabi Daud as: ‘Katakanlah kepada orang-orang yang melakukan kedzoliman; Janganlah kalian berdzikir kepada KU (kecuali setelah beraubat), karena Aku selalu memperhatikan orang yang berdzikir kepada KU. Tetapi perhatian KU terhadap orang (yang melakukan kedzoliman) berupa laknat kepada mereka.” (HQR. Hakim dalam kitab tarikhnya, dan Dailami dan Ibu ‘Asakir yang bersumber dari Ibnu Abbas ra);
“Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, pasti akan Ku-balas si penganiaya (pelaku dzolim) cepat atau lambat, dan pasti akan Ku-balas orang yang melihat seseorang teraniaya (terdzolimi) tetapi ia tidak menolongnya padahal ia mampu melakukannya.” (HQR at-Thabarani dalam bukunya al Kabir dan Al-Ausath yang bersumber dari Ibnu Abbas ra); dan “Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya telah Ku-haramkan kepada-Ku untuk berbuat dzolim dan mengharamkan pula kepada kalian perbuatan itu. Oleh karena itu janganlah kalian saling menganiaya diri kalian. Wahai hamba-Ku, kalian seluruhnya sesat kecuali orang yang telah Ku-beri hidayah…” (HQR Muslim, Ibnu Hibban dan Hakim).
Mengenai kedzoliman, dalam hadits Rosulullah saw bersabda: “Kedzoliman merupakan kegelap-gulitaan pada hari qiamat.” Sedangkan menurut Sayyidina Ali bin Abi Thalib: “Kedzoliman bagi manusia mempunyai tiga tanda, yaitu: mendzolimi kepada yang ada di atasnya dengan kemaksiatan; mendzolimi kepada orang yang ada di bawahnya dengan penguasaan; dan mendukung orang-orang yang dzolim.” Dan nasehat beliau adalah: “Tidak ada kemenangan bersama kedzoliman” dan “Janganlah engkau menjadi susah karena kedzoliman orang yang mendzolimimu. Sebab, sesungguhnya dia sedang menuju pada kemudaratan sendiri dan memberikan kemanfaatan kepadamu.”
PENUTUP
Dari uraian pemahaman mengenai ke-dzoliman di atas, marilah kita mulai introspeksi, barangkali selama ini kita telah banyak atau sering berlaku dzolim, termasuk dzolim terhadap diri kita sendiri (yang sekiranya tidak kita sadari selama ini) sehingga tidak lagi mengobral ucapan seolah-olah orang lain telah berbuat dzolim pada diri kita padahal kita sendiri justru yang lebih banyak mendzolimi diri sendiri. Apapun alasannya (dalam contoh kasus di atas), tindakan/perilaku: korupsi, saling bermusuhan, “merampas hak” si anak, melacurkan diri, berselingkuh, dan sebagainya adalah perilaku dzolim juga.
Untuk itu, mulai sekarang, mari kita masing-masing untuk memohon ampun/taubat atas perbuatan dzolim yang telah kita lakukan dan tentunya tidak boleh berputus asa, karena Allah swt telah berfirman di surrah Az Zumar 39:53: “Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Selanjutnya mari kita mohon ke hadirat Allah swt (Sang Maha Kaya dan Sang Maha Mencegah) agar Allah swt senantiasa mencurahkan rahmat-Nya sehingga kita di jauhkan dari perbuatan aniaya atau ke-dzoliman, dan diberi kekuatan untuk menolong orang yang dzolim, serta dikaruniai sifat pemaaf, pengampun serta lapang dada. Sebagaimana Allah swt juga telah berfirman di dalam Al Qur’an surrah Faathir 35:2: “Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorang pun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Semoga Allah swt mengampuni dosa-dosa ktia dan semoga kita diberi-Nya taufik da rahmat untuk selalu dzikir (ingat) kepada Allah swt dalam setiap waktu dan kondisi serta dalam setiap langkah / perbuatan kita. Demikian juga, terhadap orang-orang yang telah mendzolimi kita, marilah dengan kelapangan dada, kita maafkan mereka dan kita do’a-kan agar mereka diberi-Nya taufik dan hidayah sehingga sadar atas segala perbuatannya sehingga mau bertaubat, sebagaimana Allah swt berfirman di surat As Syura 42:40: “..Barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang lalim(dzolim).”
Terakhir, marilah kita renungkan dalam-dalam dan mengambil makna hikmah dari kisah pengakuan Nabi Yunus sebagai seorang hamba tentang kelemahan dirinya dan ketidakmampuan dirinya memenuhi Hak Allah swt dengan sempurna, sebagaimana terusrat dalam Al Qur’an surrah Al Anbiyaa’ 21:87: “…Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang lalim(dzolim).”
Dikutip dari majalah Cahaya Sufi edisi Mei 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar